ISU KEMISKINAN DAN ANAK – ANAK TERLANTAR DI INDONESIA DALAM BINGKAI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
Ketidakadilan bagi anak-anak terlantar masih belum dapat diatasi pemerintah hingga saat ini
Indonesia merupakan negara yang memiliki ideologi bernama Pancasila yang digali dari kepribadian serta kemajemukan masyarakat Indonesia. Para pemimpin dan pendiri-pendiri bangsa pada masa dahulu diwaktu proses melakukan perlawanan kepada para penjajah guna menolak dan mengusir kehadiran dari penjajah yang mencoba merebut keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya persatuan dan kesatuan antar masyarakat yang berasal dari segala perbedaan latarbelakang sehingga Sang Saka Merah Putih dapat dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Dengan adanya kemerdekaan yang diperoleh dengan perjuangan yang sangat panjang berkisar selama 350 tahun lamanya Indonesia dijajah oleh beberapa Negara.
Kemerdekaan bagi sebuah Negara memberikan makna bahwa akan lebih besar tantangan yang akan dihadapi suatu Negara kedepannya baik dari dalam dan luar negara. Seperti yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”. Ungkapan tersebut memberikan isyarat kepada semua masyarakat dan aparat Pemerintahan bahwasanya bangsa yang besar, bangsa yang memiliki kultur dan budaya yang sangat beragam akan mudah pecah bahkan rusak jika kita tidak mampu saling menghargai dan saling menghormati segala bentuk perbedaan.
Seiring berjalannya waktu hadirlah dinamika, gejolak dan tantangan yang dialami oleh Negara Indonesia. Isu kemiskinan, isu kesenjangan sosial, isu politik, isu hak asasi manusia, isu ekonomi hingga pada isu ketidakadilan hukum bagi masyarakat kecil. Negara dapat dikatakan berhasil memimpin Negaranya ketika Pemerintah dan masyarakat dapat bersama-sama membangun negaranya demi mencapai tujuan dan cita-cita Bangsa. Dari beberapa isu yang dipaparkan salah satu isu yang susah untuk di cegah ialah isu kemiskinan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terdapat 25,22 juta masyarakat Indonesia yang tergolong kepada kategori miskin per-bulan maret 2024. Meskipun angka kemiskinan menurun di tahun 2024 dibanding 2023 sebesar 0,68 juta tetapi hal tersebut bukan sesuatu yang patut di banggakan karena masih ada sekitar 24 juta-an masyarakat yang masih berpikir apakah bisa makan siang atau makan malam nantinya.
Karena tingginya angka kemiskinan di Indonesia membuat banyaknya angka kejahatan yang timbul demi sesuap nasi yang kerap kali dilakukan oleh ayah dan ibu demi kelangsungan hidup dari anak-anaknya. Jika kita melakukan perbandingan dengan kasus-kasus yang sering terjadi di Negeri ini, dimana kasus tersebut hanya membuat kenyang sebagian orang lebih tepatnya para penguasa. Angka korupsi di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan baik korupsi yang dilakukan oleh Pejabat Negara dan perusahaan swasta membuat hilangnya kepercayaan publik kepada instansi Pemerintahan saat ini. Beberapa kasus korupsi terbesar yang pernah mengguncang Indonesia ialah kasus Korupsi PT Timah (300 triliun), Kasus BLBI (138 triliun), Kasus penyerobotan lahan PT Duta Palma Group (78 triliun), Kasus PT TPPI (37,8 triliun) dan masih banyak lagi. Jika kita mengkaji dalam aspek hukum atau sanksi yang dijatuhkan seperti Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kita bisa melihat bahwasanya hukuman atau sanksi yang dijatuhkan kurang sesuai dengan tindakan yang dilakukan pelaku korupsi tersebut. Jika berpikir dari segi logika mana mungkin seorang pelaku dipidana 20 tahun penjara atau di denda 1-2 milyar rupiah sedangkan kejahatan korupsi yang dilakukan bisa sampai triliunan. Sehingga dari satu sisi masih ada kesenjangan dan ketidaksesuaian hukum, perlu adanya revisi akan pembuatan sanksi atau pidana yang lebih keras dan serius guna memutus rantai korupsi di Negeri ini.
Dengan adanya kasus kemiskinan di Negara ini membuat susahnya anak-anak dan generasi penerus bangsa dalam mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Karena dana atau keuangan yang seharusnya menjadi bagian mereka telah di rampas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok semata. Sehingga kita bisa melihat dalam kehidupan sekitar saat ini sungguh banyak anak-anak yang terlantar, dibuang bahkan di gugurkan kandungannya oleh sang ibu hanya karena tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah anak-anaknya kelak. Padahal menurut Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Fakir miskin dan anak – anak terlantar di pelihara oleh Negara” dan selanjutnya dalam Pasal 27 Ayat 2 menyatakan “Bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Dalam sudut pandang Undang-Undang (UU) sudah tertuang jelas bahwa anak-anak terlantar, anak-anak yang tidak memiliki peluang untuk bersekolah, anak-anak yang miskin dijaga dan dipelihara oleh Negara. Jadi tidak ada alasan jika Pemerintah tidak mampu mengangkat derajat masyarakat demi tercapainya kesejateraan dari masyarakatnya itu sendiri.
Pancasila mengamanatkan kita bagaimana cara menjaga keutuhan dan kemajemukan Negara demi tercapainya tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia