"Pela Gandong", Warisan adat dan sejarah yang hidup dalam denyut kehidupan masyarakat Maluku
Pela Gandong yang berasal dari Maluku, sebuah Budaya yang di pegang hingga saat ini
Maluku, Tanah katong yang bau harum dengan semburat persaudaraan yang berbisik lewat angin dan debur ombak, dikenal dengan istilah "Orang Basudara"—Orang Bersaudara, sebuah ungkapan sederhana namun sarat makna. Basudara bukan sekadar kata, melainkan sebuah filosofi hidup yang merekatkan hati dan jiwa anak-anak Maluku dalam kebersamaan. Dalam jiwa Basudara, tertanam erat simpul persaudaraan, ikatan tak kasat mata yang mempersatukan hati-hati yang terpisah oleh daratan, keyakinan, bahkan lautan.
Di bawah bayang tradisi, Pela Gandong menjelma sebagai jalinan suci. Pela adalah perjanjian abadi antar negeri, melampaui pulau-pulau yang jauh dan kadang kepercayaan yang berbeda. Sementara Gandong berarti saudara, setara darah dan daging. Bila keduanya berpadu, lahirlah sumpah yang tak bisa dilanggar ; sebuah janji luhur yang melintasi zaman, mengajarkan tulusnya kasih dan kuatnya persatuan.
Pela Gandong adalah warisan adat dan sejarah yang hidup dalam denyut kehidupan masyarakat Maluku, terutama di Ambon. Jika dirumuskan, maknanya adalah “satu ikatan persaudaraan yang kokoh, jujur, tulus, saling mengasihi, dan saling menolong”. Di dalamnya, tercermin nilai-nilai persatuan, musyawarah, penghargaan terhadap sesama, serta kemanusiaan yang santun dan beradab.
Pela Gandong bukan sekadar warisan, melainkan ruh yang hidup dalam denyut kehidupan orang Maluku. Ia bukan hanya kata, tetapi doa. Ia bukan hanya adat, tetapi cahaya. Dalam setiap langkah, tercermin nilai persatuan, musyawarah, kasih sayang, dan penghormatan antar sesama, seperti petuah bijak yang berkata, “Potong di Kuku Rasa di Daging”, atau “Ale Rasa Beta Rasa”, membelah sagu menjadi dua tanpa ada yang kehilangan.
Ketika badai konflik menderu di Ambon pada 1999, saat darah bercucuran dan air mata mengalir deras, Pela Gandong menjadi jangkar perdamaian. Dalam kekelaman itu, ingatan tentang sumpah leluhur menyalakan harapan. Negeri-negeri yang saling bersaudara kembali saling menjaga, saling menguatkan. Hingga akhirnya, Gong Perdamaian berdiri megah, menjadi simbol sebuah hati yang kembali utuh. “Kala itu,” ujar seorang anak Maluku, “kami tahu, persaudaraan adalah nyawa dari tanah ini.”
Pela Gandong adalah puisi kehidupan Maluku, melodi persaudaraan yang abadi, harmoni yang melintasi perbedaan, dan cahaya yang terus menyinari tanah para basudara. Di bumi para leluhur ini, setiap manusia adalah saudara, dan setiap saudara adalah penjaga kedamaian.
Hingga kini, Pela Gandong bukan hanya sebuah warisan, tetapi juga bukti bahwa nilai persaudaraan yang tulus mampu menjadi jembatan yang menyatukan perbedaan, menjaga Maluku tetap kokoh dalam keindahan keberagamannya.