Keramat Agung Pemecutan, Tonggak Toleransi dan Keberagaman di Denpasar

Denpasar, Bali – Keramat Agung Pemecutan, makam yang menjadi simbol toleransi dan keberagaman di Indonesia, terus menarik perhatian masyarakat dari berbagai latar belakang. Kisah pilu Putri Raja Pemecutan, Gusti Ayu Made Rai, yang kemudian dikenal sebagai Raden Ayu Siti Khotijah, menggambarkan perjalanan hidup yang penuh makna dan tragedi. Setelah disunting oleh Pangeran Cakraningrat IV dari Kerajaan Bangkalan Madura, Raden Ayu Made Rai memutuskan untuk mualaf dan mengubah namanya menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Namun, perbedaan cara beribadah yang mengarah pada kesalahpahaman dengan sang raja berujung pada tragedi kematian yang menyedihkan. Kematian Raden Ayu Siti Khotijah tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga menjadikannya seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Bali, dikenang sebagai simbol keberagaman dan toleransi.

Keramat Agung Pemecutan, Tonggak Toleransi dan Keberagaman di Denpasar
Keramat Agung Pemecutan, tempat Raden Ayu Siti Khotijah alias Raden Ayu Pemecutan dimakamkan (Sephia Adnyani)
Keramat Agung Pemecutan, Tonggak Toleransi dan Keberagaman di Denpasar
Keramat Agung Pemecutan, Tonggak Toleransi dan Keberagaman di Denpasar

Keramat Agung Pemecutan, Tonggak Toleransi dan Keberagaman di Denpasar

Denpasar, Bali – Keramat Agung Pemecutan, makam yang menjadi simbol toleransi dan keberagaman di Indonesia, terus menarik perhatian masyarakat dari berbagai latar belakang. Kisah pilu Putri Raja Pemecutan, Gusti Ayu Made Rai, yang kemudian dikenal sebagai Raden Ayu Siti Khotijah, menggambarkan perjalanan hidup yang penuh makna dan tragedi.

Setelah disunting oleh Pangeran Cakraningrat IV dari Kerajaan Bangkalan Madura, Raden Ayu Made Rai memutuskan untuk mualaf dan mengubah namanya menjadi Raden Ayu Siti Khotijah. Namun, perbedaan cara beribadah yang mengarah pada kesalahpahaman dengan sang raja berujung pada tragedi kematian yang menyedihkan. Kematian Raden Ayu Siti Khotijah tidak hanya meninggalkan duka, tetapi juga menjadikannya seorang tokoh yang dihormati dalam sejarah Bali, dikenang sebagai simbol keberagaman dan toleransi.

Makam Raden Ayu Siti Khotijah, yang dikenal sebagai Keramat Agung Pemecutan, kini menjadi tempat ziarah bagi ribuan orang, baik dari kalangan Hindu maupun Islam. Setiap tahun, berbagai kelompok masyarakat datang untuk berziarah, mencerminkan semangat persatuan di tengah perbedaan.

“Kisah pilu yang dialami Raden Ayu Siti Khotijah semasa hidupnya akibat kesalahpahaman saat melakukan ibadah mengingatkan kita akan pentingnya toleransi antar umat beragama. Makam ini menjadi simbol pemersatu di tengah perbedaan,” kata Ketut Pajar, anak dari Juru Kunci atau Pemangku di Keramat Agung Pemecutan saat ditemui pada Senin (11/11/2024).

Sebagai contoh nyata dari toleransi, Raja Pemecutan memberikan tanah untuk tempat tinggal umat Islam, yang kini dikenal sebagai Kampung Jawa di Denpasar Utara dan Kampung Islam Kepaon di Denpasar Selatan. “Setiap ada rangkaian upacara keagamaan yang dilakukan oleh Puri Agung Pemecutan, kami selalu melibatkan warga Islam dari Kampung Jawa dan Kampung Islam Kepaon. Bahkan, jika warga Islam belum datang, proses acara tidak akan dimulai. Ini menunjukkan betapa besarnya toleransi yang terjalin,” ujar Wayan Merta, seorang tokoh masyarakat setempat.

Makam Keramat Agung Pemecutan, yang seluas 400 m², telah direnovasi dengan dukungan dari Keluarga Puri Agung Pemecutan, umat Islam, dan umat Hindu di sekitar lokasi, dengan izin dari Desa Pekraman Denpasar sebagai otoritas pemilik setra atau kuburan Badung. Kini, makam ini bukan hanya tempat ziarah, tetapi juga simbol keberagaman dan toleransi yang terus hidup di tengah masyarakat Indonesia.

Keramat Agung Pemecutan berdiri teguh sebagai tonggak yang mengingatkan masyarakat Bali akan pentingnya saling menghormati dan hidup berdampingan dalam keberagaman, menjadi cermin bagi generasi mendatang.

Caption Foto : Keramat Agung Pemecutan, tempat Raden Ayu Siti Khotijah alias Raden Ayu Pemecutan dimakamkan (Sephia Adnyani)

Berkas