Lawar Toleransi, Bentuk Penghormatan Masyarakat Bali Akan Keberagaman

Masyarakat Bali melalui inovasi kuliner lawar mencerminkan semangat toleransi dan keberagaman. Lawar kini dapat dinikmati semua kalangan dengan berbagai variasi daging

Lawar Toleransi, Bentuk Penghormatan Masyarakat Bali Akan Keberagaman
lawar khas Bali yang disiapkan dengan berbagai jenis daging, seperti ayam atau sapi. Inovasi ini mencerminkan semangat toleransi dan kebangsaan, menjadikan lawar sebagai simbol keberagaman yang bisa dinikmati oleh semua kalangan.

Bali, Masyarakat Bali memiliki beragam cara untuk membangun semangat toleransi dan kebangsaan, termasuk melalui bentuk hidangan makanan. Salah satunya melalui inovasi kuliner khas Bali yaitu lawar. Penulis buku “Resep Kuliner Warisan Leluhur Bali”, Ketut Pramana, yang akrab disapa Gogonk, menjelaskan bahwa lawar tidak lagi terikat pada penggunaan daging babi atau bebek saja, melainkan dapat disesuaikan dengan berbagai jenis daging.

“Saya jelaskan bahwa lawar sekarang, daging dan khusus kulit yang dipergunakan untuk lawar, bisa disubstitusi dengan daging sapi, ayam, kambing, bahkan cumi-cumi. Ini menunjukkan bahwa lawar tidak hanya untuk kepentingan upacara dan pesta, tetapi juga menjadi simbol keberagaman yang bisa dinikmati semua kalangan.” kata Gogonk ketika ditemui di Denpasar pada Senin (11/11/2024)

Perubahan ini mencerminkan sikap inklusif masyarakat Bali yang ingin menghormati berbagai latar belakang dan kepercayaan. Lawar kini tidak hanya sebagai sajian kuliner, tetapi juga sebagai medium untuk merayakan perbedaan dan memperkuat persatuan.

Gogonk menambahkan, keberanian untuk beradaptasi ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat lainnya dalam menjaga tradisi sambil tetap terbuka terhadap perubahan. “Kita bisa tetap mempertahankan warisan kuliner sambil merayakan keragaman yang ada,” ujarnya.

Inisiatif ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan toleransi antar masyarakat, menjadikan Bali tidak hanya sebagai tujuan wisata budaya, tetapi juga sebagai contoh nyata dari harmonisasi dalam keberagaman.

Gogonk menjelaskan bahwa lawar menurut Kitab Dharma Caruban berasal dari kata lawara yang yang dapat dimaknai sebagai olah olahan yang memiliki arti kenikmatan. Sedangkan proses pembuatan disebut ebat ebatan yang memiliki pengertian suatu ramuan yang dibuat dari proses mencincang yang mengakibatkan kemikmatan.

Ia menambahkan selama iini di Bali dikenal 5 jenis lawar, diantaranya lawar putih , lawar merah , lawar gecok , lawat pepahit, dan lawar rubuh atau lawar panca semaya. Lawar putih sebagai lambang kekuatan belahan Timur, lawar merah simbul kekuatan belahan Selatan , lawar gecok simbul kekuatan belahan Barat , lawar pepahit simbul kekuatan belahan Utara, dan lawar panca semaya  merupakan gabungan dari semua lawar sebagai simbul kekuatan Tengah.