Tradisi Metatah: Belasan Pemuda Pemudi Desa Sukahet Ikuti Upacara Potong Gigi
Sebanyak 20 pemuda dan pemudi dari Desa Sukahet, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, mengikuti prosesi tradisional potong gigi atau metatah pada Rabu (27/11) di Griya Sukahet. Upacara ini diselenggarakan oleh Semeton Mrajan, sebuah kelompok adat setempat, dengan tujuan membersihkan unsur-unsur negatif dalam diri manusia yang dikenal sebagai sad ripu (enam musuh dalam diri).
Karangasem, Bali - Sebanyak 20 pemuda dan pemudi dari Desa Sukahet, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, mengikuti prosesi tradisional potong gigi atau metatah pada Rabu (27/11) di Griya Sukahet. Upacara ini diselenggarakan oleh Semeton Mrajan, sebuah kelompok adat setempat, dengan tujuan membersihkan unsur-unsur negatif dalam diri manusia yang dikenal sebagai sad ripu (enam musuh dalam diri).
Metatah berasal dari kata "tatah" yang dalam bahasa Bali berarti pahat. Potong gigi dilakukan dengan mengikir kedua gigi taring dan empat gigi seri rahang atas. Tradisi ini merupakan salah satu ritual penting bagi umat Hindu Bali. Prosesi ini menandai peralihan menuju kedewasaan sekaligus simbol pembersihan dari sifat buruk, seperti keserakahan, kemarahan, kebingungan, nafsu, hingga dendam.
"Ini adalah kewajiban bagi umat Hindu untuk menyucikan diri dari enam keburukan yang ada dalam manusia," ujar salah satu penyelenggara acara, Ketut Suratmini.
Rangkaian upacara dimulai dengan persembahyangan bersama yang bertujuan memohon restu kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Setelah itu, dilakukan ritual bya kala untuk membersihkan aura negatif di lokasi upacara. Tahap inti, yakni potong gigi, dilaksanakan dengan penuh kehikmatan.
Proses pengikiran dilakukan pada enam gigi bagian atas, yaitu empat gigi seri dan dua gigi taring. Namun, proses ini memerlukan kehati-hatian tinggi karena jika dilakukan secara sembarangan, dapat menimbulkan risiko kerusakan gigi.
Ketebalan enamel gigi yang hanya sekitar 2 milimeter menjadi faktor penting dalam pelaksanaan tradisi ini. Oleh karena itu, bagian gigi yang dikikir tidak boleh melebihi ketebalan tersebut. Jika pengikiran terlalu dalam hingga mencapai dentin, dampaknya bisa serius, mulai dari rasa ngilu yang berkepanjangan hingga kerusakan permanen atau bahkan kematian gigi.
Peserta kemudian membersihkan diri dengan mandi di pancuran suci, diikuti proses berhias (betias), dan ditutup dengan persembahyangan terakhir (natab).
Upacara yang berlangsung sederhana ini tetap sarat makna. Suasana kebersamaan dan kekeluargaan terlihat sepanjang prosesi, mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Bali.
"Meski sederhana, semua berjalan lancar dan hemat biaya. Kami semua bersyukur sekali" tambahnya.
Bagi para orang tua, pelaksanaan metatah menjadi tanggung jawab utama sebelum anak-anak mereka melangkah ke jenjang pernikahan. Ritual ini diyakini sebagai cara untuk mempersiapkan anak secara spiritual dan moral, sehingga dapat menjalani kehidupan berumah tangga dengan lebih bijaksana dan harmonis.
Tradisi metatah menjadi momen penting tidak hanya bagi peserta, tetapi juga bagi keluarga dan komunitas yang terlibat.
"Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, acara ini juga mempererat hubungan antarwarga desa," tegas Suratmini.
Dengan semangat menjaga tradisi, masyarakat Desa Sukahet membuktikan bahwa warisan budaya tetap hidup dalam harmoni dengan nilai-nilai modernitas. (*)