All Eyes on Papua: Menanti Keadilan dan Kesetaraan di Ujung Timur Indonesia

Artikel opini mengenai ALL EYES ON PAPUA yang berfokus pada pembakaran hutan di papuan yang menyebabkan hutan adat masyarkat Boven Digoel hilang.

All Eyes on Papua: Menanti Keadilan dan Kesetaraan di Ujung Timur Indonesia
Suku Awyu memegang surat yang ditujukan kepada para hakim Mahkamah Agung

All Eyes on Papua: Menanti Keadilan dan Kesetaraan di Ujung Timur Indonesia

 

Penulis
Gina Aulia Qotrunnada - 1410622085

 

Papua, tanah yang dikenal dengan kekayaan alam dan keanekaragaman hayatinya, saat ini menghadapi ancaman serius akibat praktik deforestasi besar-besaran. Penebangan hutan adat untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit telah menjadi isu yang sangat sensitif. Praktik ini tidak hanya mengancam ekosistem unik di Papua, tetapi juga mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang telah menjaga hutan tersebut selama bertahun-tahun. Sekarang tengah menjadi sorotan publik yang mempertanyakan tentang keadilan dan kesetaraan bagi masyarakat Papua menjadi semakin relevan dan mendesak untuk dijawab.

 

Pembakaran lahan hutan di Papua. (Greenpeace/Ardiles Rante)

 

Menurut data dari Global Forest Watch, Papua dan Papua Barat menyumbang sebagian besar dari luas hutan yang hilang di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Dari tahun 2001 hingga 2020, Indonesia kehilangan sekitar 27,7 juta hektar tutupan pohon, dan sebagian besar dari penebangan ini terjadi di kawasan hutan adat Papua, yang kemudian diubah menjadi perkebunan kelapa sawit.

 

Industri kelapa sawit yang terus berkembang telah menjadi pendorong utama penebangan hutan di Papua. Perusahaan perkebunan sering kali mengklaim bahwa perluasan ini penting untuk pertumbuhan ekonomi, namun masyarakat adat yang kehilangan lahan justru menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada mereka. Dalam banyak kasus, masyarakat kehilangan akses ke sumber daya alam yang selama ini mereka andalkan untuk bertahan hidup.

 

Hutan di Papua bukan hanya sekedar kumpulan pohon, bagi masyarakat adat, hutan adalah sumber pangan, obat-obatan, dan bagian dari identitas budaya mereka. Dengan penebangan hutan adat, masyarakat kehilangan akses ke tanah leluhur yang menjadi sumber kehidupan mereka. Ini melanggar hak-hak dasar masyarakat adat yang seharusnya dilindungi oleh undang-undang.

 

Meski Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua telah memberikan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat, kenyataannya implementasi di lapangan sering kali diabaikan. Banyak proyek perkebunan yang disetujui tanpa konsultasi dengan masyarakat setempat. Bahkan, sering terjadi praktik intimidasi dan manipulasi dalam memperoleh persetujuan masyarakat adat.

 

Pemerintah dan perusahaan perkebunan sering kali menggunakan alasan pembangunan ekonomi sebagai pembenaran untuk perluasan perkebunan kelapa sawit. Namun, pertanyaannya adalah, pembangunan untuk siapa? Pertumbuhan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat adat yang menjadi penjaga hutan selama ini justru tersisih, tidak dapat disebut sebagai pembangunan yang berkelanjutan.

 

Meskipun kelapa sawit adalah komoditas ekspor utama Indonesia, keuntungan dari industri ini tidak merata. Masyarakat Papua sering kali tidak mendapatkan manfaat langsung dari perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka. Justru sebaliknya, mereka kehilangan tanah, sumber mata pencaharian, dan lingkungan yang sehat. Hal ini memperparah ketimpangan ekonomi di wilayah Papua yang sudah lama terjadi.

 

Untuk menciptakan keadilan di Papua, perlu ada pengakuan yang kuat terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah dan hutan mereka. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap proyek perkebunan yang melibatkan lahan adat harus melalui proses konsultasi yang transparan, terbuka, dan adil.

Hendrikus Woro, perwakilan Suku Awyu di Papua Selatan, memegang surat yang ditujukan kepada para hakim Mahkamah Agung.(Greenpeace/Jurnasyanto Sukarno)

 

Sudah saatnya pemerintah dan pelaku industri mempertimbangkan model pembangunan yang tidak merusak ekosistem lokal. Pembangunan berbasis keberlanjutan bisa berupa pengembangan komoditas lokal yang ramah lingkungan atau praktik agroforestri yang mendukung keberlanjutan alam dan ekonomi masyarakat. Keadilan dan kesetaraan bagi masyarakat Papua bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab kita sebagai warga negara. Kita harus berani berbicara dan bertindak untuk mendukung hak-hak mereka dalam mendapatkan kehidupan yang layak dan perlindungan terhadap budaya mereka. Dengan demikian, kita tidak hanya memperkuat persatuan bangsa tetapi juga mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya bagi seluruh rakyat Indonesia. 

 

 

Artikel mengenai respon atas status hutan adat Papua, sumber KOMPAS.COM

 

Harus ada penegakan hukum yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan lingkungan dan hak-hak adat. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik ilegal dan korupsi yang sering terjadi dalam proses perizinan perkebunan.

Artikel mengenai respon atas status hutan adat Papua, sumber KOMPAS.COM

Papua adalah bagian penting dari Indonesia yang kaya akan sumber daya alam dan budaya. Namun, tanpa keadilan dan kesetaraan, Papua akan terus menghadapi ketimpangan yang semakin dalam. Penebangan hutan untuk perkebunan kelapa sawit hanyalah salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi. Untuk mencapai pembangunan yang benar-benar inklusif dan berkelanjutan, pemerintah harus memperkuat komitmennya dalam melindungi hak-hak masyarakat adat dan mempromosikan model pembangunan yang menghormati alam serta masyarakat setempat. Dunia kini menaruh perhatian pada Papua, dan Indonesia harus menjawabnya dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji kosong.