Kontroversi Lepas Hijab Untuk Muslimah Paskibraka 2024 Demi Keseragaman Pada Hari Kemerdekaan
Pada tahun 2024, muncul kontroversi yang mengusik nilai-nilai kebhinekaan dan kebebasan beragama di Indonesia, yakni larangan bagi Muslimah anggota Paskibraka untuk mengenakan hijab. Kebijakan ini memicu perdebatan luas, karena dianggap bertentangan dengan prinsip dasar Pancasila yang menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman. Tercatat terdapat 18 perwakilan Paskibraka perempuan mengenakan hijab, termasuk delegasi dari Aceh, namun mereka semua diharuskan melepaskan penutup kepala tersebut. Larangan ini diatur melalui keputusan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru, yakni Keputusan BPIP No. 35, yang menghapus poin mengenai penggunaan ciput hitam bagi peserta berhijab yang sebelumnya tercantum dalam Peraturan BPIP No. 3 Tahun 2022. Kebijakan ini dikecam berbagai pihak karena dinilai tidak sejalan dengan semangat bhineka tunggal ika dan hak individu yang diamanatkan dalam konstitusi.
Keputusan ini dinilai melukai semangat kebhinekaan dan toleransi yang merupakan dasar negara, terutama karena larangan ini dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), lembaga yang seharusnya menjadi pelindung utama nilai-nilai Pancasila. Sebagai penjaga ideologi Pancasila, BPIP seharusnya berperan dalam mempertahankan nilai-nilai toleransi, bhineka tunggal ika, dan kebebasan beragama. Namun, kebijakan yang mereka terapkan malah dianggap oleh banyak pihak sebagai bentuk penyangkalan terhadap prinsip-prinsip tersebut.
Keputusan yang diambil oleh BPIP terkait larangan penggunaan hijab dalam konteks tertentu memunculkan pertanyaan besar tentang arah kebijakan lembaga ini. Hijab, bagi banyak Muslimah, adalah simbol dari ketaatan dan keimanan. Ketika penggunaannya di ruang publik, seperti dalam konteks Paskibraka, dilarang atas nama keseragaman dan kebhinekaan, timbul ironi yang sulit diabaikan. Larangan penggunaan hijab sebagai ekspresi keyakinan Islam tidak hanya bertentangan dengan semangat ini, tetapi juga berpotensi mengikis makna kebhinekaan yang justru hendak dijaga. Kebijakan ini seharusnya mengedepankan perlindungan terhadap kebebasan beragama, bukan malah membatasinya.
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan - Presiden Joko Widodo menyematkan lencana kepada anggota Paskibraka 2024 dalam pengukuhan Paskibraka Tingkat Pusat 2024 di Istana Negara, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/08).
Keluarga Sofia Sahla, salah satu anggota Paskibraka dari Sumedang, yang merasa kecewa, tetapi banyak pihak mempertanyakan kebijakan ini. Keseragaman adalah hal penting, tetapi tidak benar jika harus dicapai dengan mengorbankan keyakinan seseorang. Kita perlu ingat bahwa Pancasila, sebagai ideologi bangsa, mengedepankan nilai-nilai yang menghargai keberagaman. Maka, ketika kebijakan demi keseragaman justru menuntut pelepasan atribut keyakinan, seperti hijab, hal ini bertentangan dengan semangat Pancasila itu sendiri. Seharusnya keseragaman tak harus dimaknai sebagai kesamaan dalam segala hal, terutama soal identitas pribadi. Keseragaman yang sehat adalah ketika kita bisa merangkul perbedaan tanpa harus meniadakannya.
Menanggapi kontroversi terkait larangan jilbab bagi anggota Paskibraka, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan peserta untuk melepaskan hijab. Dalam surat edarannya, BPIP disebut menghormati keyakinan setiap individu, termasuk dalam hal berpakaian. Yudian menjelaskan bahwa BPIP selama kepemimpinannya tidak pernah melarang, apalagi memaksa, anggota Paskibraka untuk melepas hijab. Ia menekankan bahwa aturan yang ada hanya meminta peserta untuk mematuhi pakta pakaian dan penampilan yang telah ditetapkan dalam tugas resmi mereka, tanpa mencabut hak beragama. Namun, pernyataan ini tidak serta-merta meredakan perdebatan, karena banyak pihak merasa kebijakan tersebut masih menyisakan ruang bagi interpretasi yang bisa membatasi kebebasan beragama.
Sumber: Ironi Larangan Jilbab Paskibraka 2024: Di Mana Letak Toleransi dalam Negara Pancasila?
Penulis: Dinda Putri Azizah , Inaya Aqilah Alifa, Jasmine Syifa Shadrina Atsyah (Universitas Negeri Jakarta)