Pemilih Pemula di Ambon Menunggu 'Serangan Fajar' dan Cenderung Golput Jelang Pilkada Serentak

pemilih pemula menunggu serangan fajar dan memilih golput pada pilkada Maluku

Pemilih Pemula di Ambon Menunggu 'Serangan Fajar' dan Cenderung Golput Jelang Pilkada Serentak
Situasi pada salah satu Tps di Kota Ambon

Ambon, 26 November 2024 - Sehari menjelang pemilihan Kepala daerah (PILKADA) serentak 2024 sejumlah Pemilih Pemula di Kota Ambon belum menentukan pilihan.

Berdasarkan pengamatan dan hasil survei lapangan melalui wawancara singkat mengungkapkan bahwa pemilih pemula mereka memilih untuk menunggu "serangan fajar", sebuah istilah untuk praktik Politik uang menjelang Pilkada 2024 atau bahkan cenderung golput.

Alasan paling mencolok adalah para calon pemilih menggunakan hak pilih mereka berdasarkan 'serangan fajar’ karena alasan pragmatis- mereka murni menginginkan uang yang diberikan oleh pihak tertentu pada hari pencoblosan  nanti.

"Saya belum ada pilihan calon yang benar-benar meyakinkan, jadi saya lebih memilih menunggu, kalau ada yang memberi uang saya terima, karena situasi yang ada sekarang seperti itu, saya murni menginginkan uangnya bukan karena kurangnya informasi mengenai paslon yang ada" ujar AD (20), salah satu pemilih pemula.

Fenomena ini membuktikan bahwa praktik politik uang masih menjadi salah satu faktor yang dominan dalam menentukan pilihan dari para calon pemilih.

Selain itu, banyak pemilih Pemula di Ambon memilih golput karena kendala administratif. Sebagian Mahasiswa rantau yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) berdasarkan alamat KTP mereka mengaku kesulitan dan kurang informasi mengenai prosedur untuk Pindah Memilih agar menjadi daftar pemilih pindahan (DPTb). Alasan tersebut membuat mereka memilih tidak menggunakan hak suara mereka (Golput) karena untuk kembali ke kampung halaman dan melakukan pemilihan menurut mereka itu akan menyulitkan.

“Kalau saya ingin memilih, saya harus pulang kampung halaman saya di Masohi, sementara waktu dan biaya sangat tidak memungkinkan" ujar DT (20) salah seorang mahasiwa yang memilih tidak menggunakan hak pilihnya.

Hal ini menunjukan adanya hambatan bagi mereka yang tinggal jauh dari tempat asal dan belum sempat melakukan pindah memilih, terutama bagi mahasiswa rantau yang merasa Kesulitan pada faktor biaya untuk kembali ke daerah pemilihan mereka.

Alasan lain beberapa pemilih pemula ragu memberikan hak suara mereka disebabkan ketidakpastiannya dalam menentukan Pasangan Calon (Paslon) kepala daerah disebabkan ketidaksesuaian dengan visi, misi, dan program yang ditawarkan. Meskipun kampanye dan pelaksanaan debat yang diberikan dan dilakukan oleh KPU untuk para calon menyampaikan visi-misi sangat intens, beberapa pemilih pemula merasa belum cukup untuk mempengaruhi pilihan mereka

“saya sudah nonton dan ikuti debat yang dilaksanakan penyampaian visi-misi dari paslon memang ada tapi saya rasa tidak cukup membuat saya yakin, menurut saya semua kandidat sepertinya sama. Kadang-kadang, banyak kandidat yang hanya memberikan janji saat pilkada saja, dan beberapa juga hanya muncul menjelang Pilkada saja" Yoan (20) seorang pemilih yang masih ragu.

Dengan adanya berbagai faktor ini, pilkada lima tahun mendatang menghadirkan tantangan besar bagi Pemerintah dan lembaga pengawas pemilihan umum dalam memastikan proses demokrasi, baik pada wilayah Provinsi, Kota, maupun Kabupaten di Maluku berjalan dengan transparan dan bebas dari politik uang, maupun kendala administrasi bagi calon pemilih.